Kompas
Kompas-Republika-Jawa
Pos-Suara Merdeka-Koran Tempo-Media Indonesia dan Lainnya
CERPEN, KORAN TEMPO, SENO GUMIRA AJIDARMA
Setan Banteng
Date: December 22, 2018Author: lakonhidup1
Cerpen Seno Gumira
Ajidarma (Koran Tempo, 22-23 Desember 2018)
Setan Banteng
ilustrasi Munzir Fadly/Koran Tempo
Yogyakarta, 1968
Pada jam istirahat, akan terlihat serombongan anak laki-laki
membentuk kerumunan tersendiri.
“Siapa yang berani?” pemimpin rombongan itu bertanya.
Anak-anak kelas VI sekolah dasar itu hanya saling memandang,
bahkan ada yang mundur seperti ada sesuatu yang mengancamnya, tetapi ada yang
menjawab tantangan itu.
“Aku!”
Selalu begitu. Sejak masa kanak-kanak pun sudah terbagi: ada
yang pemberani, ada yang selalu ketakutan, ada yang penuh perhitungan dan
lihat-lihat dulu.
Lantas, dengan kapur putih, salah seorang dari anak-anak itu
cukup menggambar di lantai, atau kalau tidak ada kapur bisa menggunakan patahan
ranting, menggurat di tanah gambaran seperti ini:
Baca juga: GoKill –
Cerpen Seno Gumira Ajidarma (Kompas, 10 Juni 2018)
“Sudah,” katanya kepada pemimpin rombongan.
Pemimpin rombongan itu menoleh ke arah anak pemberani tadi,
sambil menunjuk ke arah gambar yang terbentuk di atas tanah berpasir di dekat
tembok samping sekolah.
“Ayo!” katanya dengan nada perintah.
Anak yang badannya paling besar itu pun maju mendekati gambar,
menekuk lutut, mengarahkan kepala ke arah gambar seperti mau bersujud. Namun
anak itu tidak bersujud, ketika wajahnya mendekati gambar jari-jari tangannya
membentuk lingkaran di depan kedua mata, seperti orang yang berpura-pura
memegang teropong.
Masih seperti mau bersujud, tubuhnya
menekuk dengan jari-jari tangan melingkar di depan mata sampai tepat berhadapan
dengan gambar makhluk bertanduk yang dimaksudkan sebagai banteng itu. Melalui
jari-jari tangannya yang melingkar di depan mata itu, terhubunglah matanya
dengan mata banteng.
Semua anak terdiam memperhatikan.
Sedetik, dua detik, tiga detik, empat detik, lima detik, enam detik…
Pada saat itulah aku, Setan Banteng,
terpanggil dan berkelebat merasuki jiwanya. Ia bangkit, perlahan tapi penuh
ancaman. Tangannya sekarang lurus kencang dan mengepal. Ketika menoleh, matanya
sudah menyala, wajahnya merah, dan dari hidungnya keluarlah dengusan amarah.
Ya, aku, Setan Banteng, telah merasuki jiwa anak itu dan mengubahnya jadi
banteng, meski tubuhnya masih anak kecil.
Ia membalikkan tubuh sepenuhnya
dengan mata tersorot tajam. Kakinya menyepak-nyepak ke belakang bergantian,
lantas menyerang salah satu sisi kerumunan dengan kepala agak tertunduk,
seperti pada kepala itu terdapat sepasang tanduk. Banteng itu menyeruduk.
Baca
juga: Kami Naik Kereta Uap – Cerpen Yetti A. KA (Koran Tempo, 08-09 Desember 2018)
Kerumunan itu langsung bubar, dan
semua anak berlari ke segala arah sambil tertawa-tawa melihat temannya telah
kerasukan Setan Banteng. Sebagaimana layaknya banteng yang mengamuk, aku pun
menyeruduk. Tiada lagi jiwa anak itu, yang ada hanya diriku, Setan Banteng yang
menjelmakan dirinya sebagai banteng yang murka dalam permainan manusia.
Sebagaimana banteng, otaknya tidaklah
secerdas manusia, meski manusia-manusia kecil yang masih ingusan sekalipun. Aku
menyeruduk ke sana dan menyeruduk ke mari, karena setiap kali kukejar seorang
anak yang berlari kencang sambil tertawa-tawa antara senang dan takut itu,
cepat sekali dia menghilang, dan aku pun segera memburu anak-anak lain yang
tampak di sekitarku.
Hiruk-pikuk dan riang gembira,
begitulah permainan kanak-kanak yang memanfaatkan Setan Banteng ini, dan tentu
aku menyeruduk tanpa pandang bulu. Segala sesuatu yang berada di jalur larinya
anak itu kuseruduk saja tanpa kubeda-bedakan. Apakah itu anak-anak lain yang
menonton dari kejauhan, anak-anak perempuan yang sedang main bèkel, ibu guru
berkain kebaya yang sedang membawa map, bahkan ketika anak yang kukejar masuk
ke ruang latihan paduan suara untuk keluar dari pintu lainnya, tetap kukejar
juga dengan tangan lurus mengepal dan kepala yang seolah-olah memang ada
tanduknya.
Aku pun tetap menyeruduk meski
yang berada di jalur itu adalah para penjual es dawet, gulali yang bentuknya
setelah ditiup menjadi bermacam-macam binatang, arum manis, maupun gambar
umbul, karena anak yang kukejar dengan lincahnya memang sengaja melewatinya,
agar aku menabrak mereka!
Segalanya berantakan. Anak perempuan
menjerit-jerit meski tidak takut kepada apa pun, selain khawatir akan nasib
kawan mereka yang kukejar maupun yang sedang kurasuki itu. Dengan tubuh yang
agak lebih besar, anak yang kurasuki memang pantas menjadi banteng. Kedua
bahunya menjadi tampak lebih kukuh, mata mendelik, wajah memerah, dan dengusnya
sungguh-sungguh seperti banteng memburu lawan. Segalanya kuterabas!
Apabila kemudian semua orang
sudah tidak dapat kulihat, karena memang semuanya menghindar dan bersembunyi,
dan hanya tersisa dinding tembok sekolah yang kokoh, maka dengan sepenuh tenaga
ke sanalah kepala anak sekolah dasar yang sesungguhnyalah tidak bertanduk ini
menuju.
Baca
juga: Kebun Binatang di Dasar Laut – Cerpen Lamia Putri
Damayanti (Koran Tempo, 01-02 Desember 2018)
Tidak akan menjadi masalah bagiku
jika kepala anak itu pecah. Sebagai setan, aku hanya akan melayang kembali ke
langit para setan, bergabung dengan setan-setan lainnya, sampai ada lagi yang
memanggil Setan Banteng demi permainan banteng mengamuk yang mengasyikkan,
tetapi yang bisa sangat berbahaya ini.
Bagaimana kalau kepalanya pecah?
Tentu darahnya abyor membentuk bunga merah darah di tembok. Kadang tampak indah
seperti karya seni, tetapi tentu sebetulnya mengerikan-yang terpenting, ini
bukanlah tanggung jawabku. Aku hanyalah Setan Banteng yang tidak berdaya
menolak panggilan. Bahkan diciptakan untuk menerima panggilan itu! Apakah anak
ini akan pecah kepalanya?
Namun seorang guru laki-laki
mendadak muncul di belakangnya, dan menepuk punggung anak itu dengan sangat
keras sebelum kepalanya membentur tembok. Anak itu pun terjatuh. Aku lepas dari
tubuhnya, sebagaimana dengan cara itu tugasku dengan sendirinya berakhir.
“Hooooiii!” Guru itu berteriak
dan memperlihatkan sikap marah, “Jangan main-main kalian! Ini berbahaya!
Ngawur! Apa tidak ada permainan lain selain bermain dengan setan?”
Aku sudah pindah ke langit
sebelah, tetapi tetap dapat kulihat anak-anak di tempat persembunyian yang
menutupi mulutnya sambil menahan tawa.
Anak itu sendiri, yang tadinya
tersungkur, berbalik dan mengusap mata bagaikan baru terbangun dari tidur.
Guru, yang tampaknya mengerti belaka permainan semacam ini, mengangkatnya
bangun dan merangkul bahunya.
Baca
juga: Kitab
Tipu Muslihat – Cerpen Ida Fitri (Koran Tempo, 24-25
November 2018)
Terdengar bel berbunyi.
“Ayo masuk kelas!” Teriaknya
lagi, “Mau jadi ilmuwan macam apa kalian?”
Lantas suaranya merendah, seperti
bicara untuk dirinya sendiri.
“Sejak kecil sudah bermain
setan…”
https://lakonhidup.com/2018/12/22/setan-banteng/
Pondok
Ranji – Katulampa, 17-18 Desember 2018.
Seno
Gumira Ajidarma. Menulis fiksi maupun nonfiksi dan mengajar
di sejumlah perguruan tinggi. Kini tergabung dalam Panajournal.com.
Kritik dan Esai
Cerpen Setan Banteng
Cerpen Seno Gumira Ajidarma
1. Tema Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma : menceritakan
tentang anak laki-laki kelas VI Sekolah Dasar SD yang sedang
bermain setan banteng dengan menyeruduk semua anak-anak lain, ibu guru, anak permepuan,
penjual dawet, kepala sekolah. Setan banteng tersebut marah jadi tidak peduli
siapapun. Akhirnya ada seorang guru laki-laki yang mencoba menolong anak-anak
tersebut supaya tidak bermain setan banteng tersebut karena membahayakan diri
dan termasuk perbuatan tercela.
2. Tokoh Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma :
1. Anak laki-laki.
2. Setan
Banteng.
3. Anak-anak lain.
4. Anak Perempuan
5. Ibu Guru
6. Penjual es dawet.
7. Kepala anak sekolah dasar
8. Guru laki-laki.
3. Watak Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma :
1. Anak laki-laki bersifat keras
kepala, pemberani.
2. Setan Banteng bersifat jahat, keras kepala, mudah menyeruduk.
3. Anak-anak lain dan anak-anak kelas VI sekolah dasar bersifat baik, takut.
4. Anak
Perempuan bersifat baik, takut.
5. Ibu Guru bersifat baik, takut.
6. Penjual es dawet bersifat
baik, takut.
7. Kepala anak Sekolah Dasar bersifat tegas, baik.
8. Guru
laki-laki bersifat baik, tegas penyabar, mudah
menolong.
4. Latar Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma:
1. Latar waktu : pagi hari, siang hari.
2. Latar tempat : di halaman sekolah dasar, ruang latihan paduan suara, di Sekolah
Dasar (SD).
3. Latar suasana : marah, sedih dan kecewa.
5.
Alur Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma:
Alur pada cerita Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma menggunakan alur
mundur, karena ceritanya dari awal hingga akhir tidak berkelanjutan jadi cerpen
tersebut rasa kekecewaan belum nampak jelas.
6. Gaya bahasa Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma :
Majas Retorika : Apakah anak ini akan pecah kepalanya?
Apa tidak ada permainan lain selain bermain dengan setan?”
7.
Sudut pandang Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma:
Pada cerpen Setan Banteng ini, penulis mengambil sudut pandang tidak langsung. Karena penulis menuliskan sebuah kisah atas apa yang dia dengar
dari sebuah kejadian.
8. Amanat Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma:
1. Janganlah bermain Setan Banteng karena dapat membahayakan diri semua
orang maupun semua anak Sekolah Dasar.
2. Jangan pernah bermain Setan Banteng karena jika marah langsung masuk ke
tubuh anak yang lain tersebut dengan marah, menyereduk semua orang maupun anak
lain dan hal tersebut merupakan perbuatan tercela.
Makna Cerpen
Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma menceritakan seorang anak laki-laki kelas VI Sekolah
Dasar SD awalnya bermain Setan Banteng. Anak laki-laki kelas VI Sekolah Dasar
SD tubuhnya dirasuki Setan Banteng karena anak tersebut tersebut badanya paling
besar, pemberani dan menantang. Setan Banteng tersebut marah. Semua ibu guru,
anak perempuan, penjual dawet, kepala sekolah,
maupun anak-anak lain kelas VI Sekolah Dasar (SD) takut, berlari karena
setan banteng tersebut menyeruduk, tidak peduli siapa pun, tidak peduli apapun
sampai-sampai semua barang sekolah pecah, berantakan. Guru laki-laki tersebut
marah , lalu menyuruh anak-anak yang lain dan anak-laki-laki tersebut supaya
tidak bermain Setan Banteng tersebut karena bisa membahayakan diri seseorang.
Guru laki-laki tersebut menyuruh anak-anak lain masuk ke dalam kelas. Janganlah
sesekali mencoba bermain Setan Banteng tersebut karena bisa membahayakan diri
seseorang, ibu guru, anak perempuan, penjual dawet, kepala sekolah, maupun anak-anak lain kelas VI Sekolah Dasar
(SD).
Kritik Cerpen
Setan Banteng
Cerpen Seno Gumira Ajidarma
Pada jam
istirahat ada segerombolan anak laki-laki sedang bermain Setan Banteng
nampaknya anak sekolah dasar kelas VI SD melihat permainan tersebut, bahkan ada yang mundur seperti ada sesuatu yang
mengancamnya, tetapi ada yang menjawab tantangan itu. Ada anak
laki-laki yang bertubuh besar, gagah, berani lalu setan banteng tersebut
merasuk ke dalam tubuh anak tersebut. Anak itu tampak tanganya menggegam, matanya
berwarna merah melotot ke arah pandangan anak-anak lain. Anak yang badannya paling besar itu pun maju mendekati
gambar, menekuk lutut, mengarahkan kepala ke arah gambar seperti mau bersujud.
Namun anak itu tidak bersujud, ketika wajahnya mendekati gambar jari-jari
tangannya membentuk lingkaran di depan kedua mata, seperti orang yang
berpura-pura memegang teropong.
Semua anak terdiam
memperhatikan. Sedetik, dua detik, tiga detik, empat detik, lima detik, enam
detik…
Pada saat
itulah aku, Setan Banteng, terpanggil dan berkelebat merasuki jiwanya. Ia
bangkit, perlahan tapi penuh ancaman. Tangannya sekarang lurus kencang dan
mengepal. Ketika menoleh, matanya sudah menyala, wajahnya merah, dan dari
hidungnya keluarlah dengusan amarah. Ya, aku, Setan Banteng, telah merasuki
jiwa anak itu dan mengubahnya jadi banteng, meski tubuhnya masih anak kecil.
Ia membalikan tubuh, matanya melotot. Kaki
banteng tersebut supaya ada yang tunduk dari kerumunan anak-anak lain. Banteng
itu menyeruduk. Kerumunan anak-anak lain langsung bubar dan semua anak-anak
yang lain berlari ketika melihat setan banten tersebut.
Setan Banteng tersebut yang berada di dalam
tubuh si anak tersebut marah dan menyeruduk ke anak-anak lain. mulai dari anak
perempuan, bu guru yang membawa map itu anak yang sedang dirasuki setan banten
tersebut menyeruduk hingga masuk ke ruang latihan paduan suara masih menyeruduk
ke anak anak lain.
Setan Banteng
tersebut menyeruduk hingga ke penjual dawet, gulali manis. Anak-anak yang lain
memang melewati penjual si dawet tersebut supaya banteng tersebut melihat dan
menabrak. Setan Banteng itu marah. Si Setan Bateng masih saja menyeruduk.
Anak perempuan
menjerit-jerit meski tidak takut kepada apa pun, selain khawatir akan nasib
kawan mereka yang kukejar maupun yang sedang kurasuki itu. Dengan tubuh yang
agak lebih besar, anak yang kurasuki memang pantas menjadi banteng. Kedua
bahunya menjadi tampak lebih kukuh, mata mendelik, wajah memerah, dan dengusnya
sungguh-sungguh seperti banteng memburu lawan. Segalanya kuterabas!
Setan Banteng tetap juga menyeruduk kepada
anak-anak yang lain berlari hingga yang tersisa dinding-ding tembok sekolah.
Bangunan sekolah pun ada yang pecah, berantakan karena setan banteng tersebut.
Setan banteng tersebut menyeruduk tidak peduli apapun hingga ada kepala sekola
sekolah dasar sd masih sama saja banteng tersebut menang. Tidak akan menjadi masalah bagiku jika kepala anak itu
pecah. Sebagai setan, aku hanya akan melayang kembali ke langit para setan,
bergabung dengan setan-setan lainnya, sampai ada lagi yang memanggil Setan
Banteng demi permainan banteng mengamuk yang mengasyikkan, tetapi yang bisa
sangat berbahaya ini.
Bagaimana
kalau kepalanya pecah? Tentu darahnya abyor membentuk bunga merah darah di
tembok. Kadang tampak indah seperti karya seni, tetapi tentu sebetulnya
mengerikan-yang terpenting, ini bukanlah tanggung jawabku. Aku hanyalah Setan
Banteng yang tidak berdaya menolak panggilan. Bahkan diciptakan untuk menerima
panggilan itu! Apakah anak ini akan pecah kepalanya?
Namun seorang guru laki-laki mendadak muncul di
belakangnya, dan menepuk punggung anak itu dengan sangat keras sebelum
kepalanya membentur tembok. Anak itu pun terjatuh. Aku lepas dari tubuhnya,
sebagaimana dengan cara itu tugasku dengan sendirinya berakhir.
“Hooooiii!”
Guru itu berteriak dan memperlihatkan sikap marah, “Jangan main-main kalian!
Ini berbahaya! Ngawur! Apa tidak ada permainan lain selain bermain dengan
setan?”
Ada guru laki-laki yang mencoba menenangkan. Guru tersebut
mencoba menenangkan murid-murid yang berkeliaran, berlari untuk segera masuk ke
dalam kelas. Guru tersebut marah kepada anak laki-laki yang bertubuh besar dan
anak-anak yang lain supaya tidak bermain setan banteng lagi. Setan banteng
tersebut jika sudah marah dapat membahayakan diri semua orang maupun anak yang
lain. permainan setan banteng tersebut merupakan perbuatan tercela.
Anak itu
sendiri, yang tadinya tersungkur, berbalik dan mengusap mata bagaikan baru
terbangun dari tidur. Guru, yang tampaknya mengerti belaka permainan semacam
ini, mengangkatnya bangun dan merangkul bahunya. Guru tersebut menyuruh
anak-anak lain juga masuk ke dalam kelas semua.
Makna Cerpen Setan
Banteng kaorya Seno Gumira Ajidarma menceritakan seorang anak laki-laki kelas VI Sekolah
Dasar SD awalnya bermain Setan Banteng. Anak laki-laki kelas VI Sekolah Dasar
SD tubuhnya dirasuki Setan Banteng karena anak tersebut tersebut badanya paling
besar, pemberani dan menantang. Setan Banteng tersebut marah. Semua ibu guru,
anak perempuan, penjual dawet, kepala sekolah,
maupun anak-anak lain kelas VI Sekolah Dasar (SD) takut, berlari karena
setan banteng tersebut menyeruduk, tidak peduli siapa pun, tidak peduli apapun
sampai-sampai semua barang sekolah pecah, berantakan. Guru laki-laki tersebut
marah , lalu menyuruh anak-anak yang lain dan anak-laki-laki tersebut supaya
tidak bermain Setan Banteng tersebut karena bisa membahayakan diri seseorang.
Guru laki-laki tersebut menyuruh anak-anak lain masuk ke dalam kelas. Janganlah
sesekali mencoba bermain Setan Banteng tersebut karena bisa membahayakan diri
seseorang, ibu guru, anak perempuan, penjual dawet, kepala sekolah, maupun anak-anak lain kelas VI Sekolah Dasar
(SD).
Cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma tersebut akhir cerita
berupa dialog tidak berupa cerita yang jelas. Gaya bahasa tersebut terdaaat
majas sedikit. Cerpen tersebut baik
untuk dibaca namun, bagian akhir cerita tersebut tidak digambarkan secara lebih
lanjut mengenai rasa kekecewaan yang diterima oleh Setan Banteng tersebut. Dari
segi negatif cerpen tersebut menceritakan permainan setan banteng yang
merugikan dan meresahkan karena menyeruduk ke anak lain-lain sehingga berbahaya
kepada semua orang. Dari segi positif cerpen tersebut mudah dipahami, sangat
menarik dan tidak boleh meniru permainan setan banteng tersebut karena
perbuatan tercela.
Esai Cerpen Setan
Banteng
Cerpen Seno Gumira Ajidarma
Cerpen Setan
Banteng karya Seno Gumira Ajidarma menceritakan pada
jam istirahat ada segerombolan anak laki-laki sedang bermain Setan Banteng nampaknya
Anak sekolah dasar kelas VI SD melihat permainan tersebut, bahkan ada yang mundur seperti ada sesuatu yang
mengancamnya, tetapi ada yang menjawab tantangan itu.
“Aku!”
Pemimpin rombongan itu
menoleh ke arah anak pemberani tadi, sambil menunjuk ke arah gambar yang
terbentuk di atas tanah berpasir di dekat tembok samping sekolah.
“Ayo!” katanya dengan nada
perintah.
Ada anak laki-laki yang bertubuh besar, gagah,
berani lalu setan banteng tersebut merasuk ke dalam tubuh anak tersebut. Anak
itu tampak tanganya menggegam, matanya berwarna merah melotot ke arah pandangan
anak-anak lain. Anak yang badannya paling
besar itu pun maju mendekati gambar, menekuk lutut, mengarahkan kepala ke arah
gambar seperti mau bersujud. Namun anak itu tidak bersujud, ketika wajahnya
mendekati gambar jari-jari tangannya membentuk lingkaran di depan kedua mata,
seperti orang yang berpura-pura memegang teropong.
Semua anak terdiam
memperhatikan. Sedetik, dua detik, tiga detik, empat detik, lima detik, enam
detik…
Pada saat
itulah aku, Setan Banteng, terpanggil dan berkelebat merasuki jiwanya. Ia
bangkit, perlahan tapi penuh ancaman. Tangannya sekarang lurus kencang dan
mengepal. Ketika menoleh, matanya sudah menyala, wajahnya merah, dan dari
hidungnya keluarlah dengusan amarah. Ya, aku, Setan Banteng, telah merasuki
jiwa anak itu dan mengubahnya jadi banteng, meski tubuhnya masih anak kecil.
Ia membalikan tubuh, matanya melotot. Kaki
banteng tersebut supaya ada yang t9unduk dari kerumunan anak-anak lain. Banteng
itu menyeruduk. Kerumunan anak-anak lain langsung bubar dan semua anak-anak
yang lain berlari ketika melihat setan banten tersebut.
Setan banteng tersebut yang berada di dalam
tubuh si anak tersebut marah dan menyeruduk ke anak-anak lain. mulai dari anak
perempuan, bu guru yang membawa map itu anak yang sedang dirasuki setan banten
tersebut menyeruduk hingga masuk ke ruang latihan paduan suara masih menyeruduk
ke anak anak lain.
Setan
banteng tersebut menyeruduk hingga ke penjual dawet, gulali manis. Anak-anak
yang lain memang melewati penjual si dawet tersebut supaya banteng tersebut
melihat dan menabrak. Setan Banteng itu marah. Si Setan Bateng masih saja
menyeruduk.
Anak perempuan
menjerit-jerit meski tidak takut kepada apa pun, selain khawatir akan nasib
kawan mereka yang kukejar maupun yang sedang kurasuki itu. Dengan tubuh yang
agak lebih besar, anak yang kurasuki memang pantas menjadi banteng. Kedua
bahunya menjadi tampak lebih kukuh, mata mendelik, wajah memerah, dan dengusnya
sungguh-sungguh seperti banteng memburu lawan. Segalanya kuterabas!
Setan banteng tetap juga menyeruduk kepada
anak-anak yang lain berlari hingga yang tersisa dinding-ding tembok sekolah.
Bangunan sekolah pun ada yang pecah, berantakan karena setan banteng tersebut.
Setan banteng tersebut menyeruduk tidak peduli apapun hingga ada kepala sekolah
sekolah dasar SD masih sama saja banteng tersebut menang. Tidak akan menjadi masalah bagiku jika kepala anak itu
pecah. Sebagai setan, aku hanya akan melayang kembali ke langit para setan,
bergabung dengan setan-setan lainnya, sampai ada lagi yang memanggil Setan
Banteng demi permainan banteng mengamuk yang mengasyikkan, tetapi yang bisa
sangat berbahaya ini.
Bagaimana
kalau kepalanya pecah? Tentu darahnya abyor membentuk bunga merah darah di
tembok. Kadang tampak indah seperti karya seni, tetapi tentu sebetulnya
mengerikan-yang terpenting, ini bukanlah tanggung jawabku. Aku hanyalah Setan
Banteng yang tidak berdaya menolak panggilan. Bahkan diciptakan untuk menerima
panggilan itu! Apakah anak ini akan pecah kepalanya?
Namun seorang guru laki-laki mendadak muncul di
belakangnya, dan menepuk punggung anak itu dengan sangat keras sebelum
kepalanya membentur tembok. Anak itu pun terjatuh. Aku lepas dari tubuhnya,
sebagaimana dengan cara itu tugasku dengan sendirinya berakhir.
“Hooooiii!”
Guru itu berteriak dan memperlihatkan sikap marah, “Jangan main-main kalian!
Ini berbahaya! Ngawur! Apa tidak ada permainan lain selain bermain dengan
setan?”
Ada guru laki-laki yang mencoba menenangkan. Guru tersebut
mencoba menenangkan murid-murid yang berkeliaran, berlari untuk segera masuk ke
dalam kelas. Guru tersebut marah kepada anak laki-laki yang bertubuh besar dan
anak-anak yang lain supaya tidak bermain setan banteng lagi. Setan banteng
tersebut jika sudah marah dapat membahayakan diri semua orang maupun anak yang
lain. permainan setan banteng tersebut merupakan perbuatan tercela.
Anak itu
sendiri, yang tadinya tersungkur, berbalik dan mengusap mata bagaikan baru
terbangun dari tidur. Guru, yang tampaknya mengerti belaka permainan semacam
ini, mengangkatnya bangun dan merangkul bahunya. Guru tersebut menyuruh
anak-anak lain juga masuk ke dalam kelas semua.
Makna Cerpen
Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma menceritakan seorang anak laki-laki kelas VI Sekolah
Dasar SD awalnya bermain Setan Banteng. Anak laki-laki kelas VI Sekolah Dasar
SD tubuhnya dirasuki Setan Banteng karena anak tersebut tersebut badanya paling
besar, pemberani dan menantang. Setan Banteng tersebut marah. Semua ibu guru,
anak perempuan, penjual dawet, kepala sekolah,
maupun anak-anak lain kelas VI Sekolah Dasar (SD) takut, berlari karena
setan banteng tersebut menyeruduk, tidak peduli siapa pun, tidak peduli apapun
sampai-sampai semua barang sekolah pecah, berantakan. Guru laki-laki tersebut
marah , lalu menyuruh anak-anak yang lain dan anak-laki-laki tersebut supaya
tidak bermain Setan Banteng tersebut karena bisa membahayakan diri seseorang.
Guru laki-laki tersebut menyuruh anak-anak lain masuk ke dalam kelas. Janganlah
sesekali mencoba bermain Setan Banteng tersebut karena bisa membahayakan diri
seseorang, ibu guru, anak perempuan, penjual dawet, kepala sekolah, maupun anak-anak lain kelas VI Sekolah Dasar
(SD).
Cerpen
Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan cerpen tersebut mudah dipahami dan sangat menarik untuk dibaca,
karena isi puisi tersebut menceritakan permainan setan banteng yang begitu meresahkan, karena setan banteng
tersebut menyeruduk dan mengganggu anak-anak lain. Kekurangan cerpen tersebut kata-katanya terlalu menyakiti orang dan
menceritakan
permainan setan banteng merupakan permainan perbuatan tercela karena berdampak
pada diri anak-anak yang lain.
Dari
cerpen Setan Banteng karya Seno Gumira Ajidarma jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang
yaitu jangan pernah bermain setan banteng karena permainan tersebut bisa
merasuki ke dalam tubuh seseorang seperti halnya setan. permainan tersebut merupakan perbuatan
tercela karena bisa menyeruduk, mengganggu, meresahkan kepada anak-anak lain
sehingga bisa berdampak pada kesehatan diri anak-anak yang lain.