Minggu, 30 Mei 2021

Kritik dan Esai Puisi Agus R. Sarjono Sajak Palsu

 

Bahan Kritik dan  Esai

            Puisi Agus R. Sarjono

              Sajak Palsu

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.

1998

Seperti biasa, tulislah kritik/esai sastra dengan bahan puisi di atas.  Unggah di blog Anda.  Kita akan  bertemu secara vicon

 

 

Kritik dan  Esai

            Puisi Agus R. Sarjono

              Sajak Palsu

Kritik

Puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu) terdiri atas 1 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Makna puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu) terdapat 37 baris menceritakan kehidupan anak sekolah dengan sapaan palsu. Mereka ingin belajar mengenai sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah mereka kaget melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tidak cukup dengan nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan aplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan palsu. Akhirnya pak guru dan  bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru.

Pada waktunya masa sekolah akan berlalu, mereka lahir sebagai ekonomi palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagai seorang guru, ilmuwan atau seniman palsu dengan gairah semangat yang tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu. Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus dan hadiah palsu tapi diam meminjam juga pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring.

Puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu) tersebut baik untuk dibaca namun, dalam puisi tersebut banyak kata yang berlebihan atau boros tetapi maknanya sama sehingga diulang-ulang. Puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu)” terdapat beberapa kritikan dalam puisi tersebut mengenai gaya bahasa juga terdapat kata seperti majas juga sedikit. Puisi tersebut mengajarkan sikap negatif karena banyak kepalsuan seperti nilai-nilai yang palsu, uang maupun devisa juga palsu. Puisi tersebut jika dalam segi positif yaitu sebagai negara Indonesia harus berani unuk mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring sehingga tidak ada lagi kepalsuan untuk menipu masyarakat sekitar.

 

Esai

Puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu) terdiri atas 1 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Makna puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu) terdapat 37 baris menceritakan kehidupan anak sekolah dengan sapaan palsu. Mereka ingin belajar mengenai sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah mereka kaget melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tidak cukup dengan nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan aplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan palsu. Akhirnya pak guru dan  bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru.

Pada waktunya masa sekolah akan berlalu, mereka lahir sebagai ekonomi palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagai seorang guru, ilmuwan atau seniman palsu dengan gairah semangat yang tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus dan hadiah palsu tapi diam meminjam juga pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring.

Puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu) terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan puisi tersebut mudah dipahami dan sangat menarik untuk dibaca, karena isi puisi tersebut menceritakan kehidupan anak sekolah dengan sapaan palsu. Mereka ingin belajar mengenai sejarah palsu dari buku-buku palsu.  Kekurangan puisi tersebut kata-katanya terlalu menyakiti orang dan menceritakan kehidupan anak sekolah dengan sapaan palsu.

Dari puisi Wiji Thukul yang berjudul Puisi Agus R. Sarjono (Sajak Palsu)  jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang yaitu jangan sampai membuat kepalsuan penipuan seperti nilai palsu samapai dengan uang maupun devisa palsu hal tersebut bisa merugikan banyak orang.

Minggu, 23 Mei 2021

Kritik / Esai Puisi Wiji Thukul yang berjudul "Peringatan dan Di bawah Selimut Kedamaian Palsu"

 

Puisi Wiji Thukul 

         PERINGATAN

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gasat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!

 

                  Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu

Apa guna punya ilmu

Kalau hanya untuk mengibuli

Apa gunanya banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

Di mana-mana moncong senjata

Berdiri gagah

Kongkalikong

Dengan kaum cukong

Di desa-desa

Rakyat dipaksa

Menjual tanah

Tapi, tapi, tapi, tapi

Dengan harga murah

Apa guna banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

 

Kritik dan Esai Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Peringatan”

Kritik

           Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Peringatan” menceritakan pada saat rakyat pergi akan ada penguasa pidato maka dari itu harus berhati-hati apabila mereka putus asa jika rakyat bersembunyi dan berbisik-bisik apa yang mau diungkapkan. Pada waktu membicarakan masalahnya sendiri penguasa juga harus waspada dan belajar mendegar sedikit demi sedikit. Jika rakyat berani mengatakan mengeluh apa yang mau dipikirkan mengenai hal apapun yang sudah terjadi itu artinya sudah gasat atau gawat dan bila ada omongan atau pembicaran penguasa tidak boleh ada yang membantah.

Kebenaran juga akan diancam apabila usul atau pendapat ditolak tanpa ditimbang dengan memikirkan terlebih dahulu. Pada saat ada suara harus dibungkam dengan kritik yang dilarang tanpa alasan. Dituduh secara subversif dan mengganggu keamanan. Maka akan ada satu kata harus lawan!

Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Peringatan” tersebut baik untuk dibaca namun, bagian akhir puisi tersebut ditemukan kata perumpamaan sedikit. Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Peringatan” terdapat beberapa kritikan dalam puisi tersebut sikap positif jika pada saat ada suara harus dibungkam dengan kritik yang dilarang tanpa alasan dan dituduh secara subversif dan menganggu keamanan. Maka dari itu harus lawan!

Esai

Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Peringatan”  terdiri atas 1 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Puisi yang berjudul  “Peringatan” terdiri atas 17 baris. Makna puisi yang berjudul “Peringatan” yaitu pada saat rakyat pergi ketika penguasa pidato kita harus berhati-hati apabila mereka putus asa kalau rakyat bersembunyi dan berbisik-bisik ketika membicarakan masalahnya sendiri penguasa harus waspada dan belajar mendengar. Bila rakyat berani mengeluh itu artinya sudah gasat atau gawat dan bila ada pembicaraan dari penguasa tidak boleh dibantah. Suatu saat kebenaran pasti akan terancam apabila usul pendapatnya ditolak tanpa ditimbang. Suara dibungkam tidak boleh berbicara mengenai kritik yang akan dilarang tanpa ada alasan. Dituduh subversif dan akan mengganggu keamanan. Maka kita harus ada satu kata: lawan!

Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Peringatan” juga terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya puisi tersebut mudah dipahami dan sangat menarik untuk dibaca, karena isi puisi tersebut menceritakan penguasa harus waspada dan berhati-hati jika rakyat bersembunyi. Suatu saat kebenaran pasti akan terancam apabila usul pendapatnya ditolak tanpa ditimbang. Suara dibungkam tidak boleh berbicara mengenai kritik yang akan dilarang tanpa ada alasan. Dituduh subversif dan akan mengganggu keamanan. Maka kita harus ada satu kata yaitu melawan. Kekurangan puisi tersebut kata-katanya terlalu menyakiti orang dan menceritakan bagian akhir puisi  terdapat perumpaan yang sedikit.

Dari puisi Wiji Thukul yang berjudul “Peringatan”  jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang yaitu  jangan pernah menuduh secara subversif dan mengganggu keamanan. Jika jadi rakyat jangan pernah menyombongkan dirinya kepada semua orang.

 

Kritik dan Esai Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”

Kritik

Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” menceritakan apa guna punya ilmu  kalau hanya untuk mengibuli atau membohongi semua orang lalu gunanya apa untuk membaca buku kalau mulut harus dibungkam saja dengan diam saja. Di mana-mana semuanya akan moncong dengan membawa senjata. Berdiri gagah perkasa. Kongkalingkong bingung harus melakukan apa dengan kaum cukong atau kaum rendahan seprti orang yang hidup di jalanan.

Di desa-desa rakyat dipaksa untuk menjual tanah tapi dengan harga yang murah, lalu gunanya banyak buku apa kalau mulut hanya kamu bungkam atau dengan menutup mulut saja.Di zaman sekarang ada juga orang yang tertipu seperti dengan harga jual tanah. Maka dari itu sebagai orang desa maupun kota meskipun rakyat kecil jika kita rakyat kecil maupun rakyat besar meskipun mempunyai ilmu jangan mudah tertipu dengan kepalsuan apapun.

Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”  mengajarkan pembaca untuk memahami realita kehidupan zaman sekarang.  Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”  mengajarkan kita jangan ikut berdampak negatif, harus berpikiran positif juga. Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”  mengajarkan kita jangan menyulitkan diri dalam kedamaian seperti membohongi orang. Jadi buat apa punya ilmu kalau sukanya membohongi orang. Di desa juga sama semua rakyat dipaksa utuk menjual tanah tapi dengan harga yang murah, lalu gunanya banyak buku apa kalau mulut hanya kamu bungkam atau dengan menutup mulut saja. Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”  ada yang kurang tidak membandingan harga tanah di zaman sekarang dengan zaman lalu jadi pusi tersebut di desa rakyat disuruh menjual tanah yang murah untuk dibohongi sedangkan apa gunanya punya ilmu jika ingin dibohongi terus menerus.

 

Esai

           Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”  terdiri atas 1 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Puisi yang berjudul  “Di Bawah Sulit Kedamaian Palsu” terdiri atas 15 baris. Puisi Widji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” memiliki makna yang menceritakan banyak kepalsuan atau kebohongan dimana-mana. Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”  menceritakan tentang apa gunanya ilmu jika hanya untuk membohongi orang saja sedangkan gunanya baca buku apa jika mulut harus dibungkam untuk tidak berkata apapun. Dimana-mana banayak orang membawa senajata. Berdiri gagah perkasa. Bingung harus melakukan apa seperti kongkalingkong dengan kaum rendahan seperti orang di jalanan. Banyak orang desa seperti rakyat dipaksa menjual tanah tapi dengan harga yang murah. Gunanya baca buku apa kalau mulut harus menutup dengan dibungkam tidak boleh bicara apapun.

Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” juga terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan puisi tersebut mudah dipahami dan sangat menarik untuk dibaca, karena isi puisi tersebut menceritakan kedamaian palsu seperti kebohongan banyak orang berilmu tapi jangan suka membohongi orang dengan. Di desa banyak rakyat dipaksa disuruh jual tanah murah. Maka dari itu jangan terlalu mudah di bhongi oleh orang lain.  Kekurangan puisi tersebut kata-katanya terlalu menyakiti orang dan menceritakan . Banyak orang desa seperti rakyat dipaksa menjual tanah tapi dengan harga yang murah. Gunanya baca buku apa kalau mulut harus menutup dengan dibungkam tidak boleh bicara apapun.

Dari puisi Wiji Thukul yang berjudul Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu  jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang yaitu  jangan pernah jangan suka membohongi orang dengan. Di desa banyak rakyat dipaksa disuruh jual tanah murah. Maka dari itu jangan terlalu mudah di bohongi oleh orang lain. 

 

 

 

Rabu, 12 Mei 2021

Kritik dan Esai Puisi Sutadji Calzoum Bachri "Idul fitri"

Idul Fitri

                      Puisi  Sutadji Calzoum Bachri

Lihat

Pedang tobat ini menebas-nebas hati

dari masa lampau yang lalai dan sia

Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,

telah kutegakkan shalat malam

telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Telah kuhamparkan sajadah

Yang tak hanya nuju Ka’bah

tapi ikhlas mencapai hati dan darah

Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu

Takkan pernah melupa

Takkan kulupa janji-Nya

Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta

Maka walau tak jumpa denganNya

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini

Semakin mendekatkan aku padaNya

Dan semakin dekat

semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini

ngebut

di jalan lurus

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir

tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia

Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu

di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus

Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir

tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini

Kukenakan zirah la ilaha illAllah

aku pakai sepatu sirathal mustaqim

aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id

Aku bawa masjid dalam diriku

Kuhamparkan di lapangan

Kutegakkan shalat

Dan kurayakan kelahiran kembali

di sana

Dalam puisi “Sutadji Calzoum Bachri  yang berjudul Idul Fitri terdiri atas 1 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Terdiri atas 44 baris, rima i,a,i,a  Mempunyai makna yaitu Lihat pedang tobat ini menebas-nebas hati. Dari masa lampau yang lalai dan sia. Telah kulaksanakan puasa ramadhanku. Telah kutegakkan shalat malam. Telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang. Telah kuhamparkan sajadah yang tak hanya nuju Ka’bah tapi ikhlas mencapai hati dan darah dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu. Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya maka aku girang-girangkan hatiku Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam. Belumlah cukup untuk menggerakkan dia datang. Namun si bandel tardji ini sekali merindu. Takkan pernah melupa. Takkan kulupa janji-nya. Bagi yang merindu insya allah ka nada mustajab cinta. Maka walau tak jumpa dengannya. Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini. Semakin mendekatkan aku padanya dan semakin dekat semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa. O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini ngebut di jalan lurus. Jangan kau depakkan lagi aku ke trotoir. Tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia. Kini biarkan aku meneggak marak cahayamu di ujung sisa usia. O usia lalai yang berkepanjangan yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus. Tuhan jangan kau depakkan aku lagi ke trotoir. Tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia. Maka pagi ini kukenakan zirah la ilaha illallah. Aku pakai sepatu sirathal mustaqim. Aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id. Aku bawa masjid dalam diriku. Kuhamparkan di lapangan. Kutegakkan shalat dan kurayakan kelahiran kembali di sana.

Dalam puisi Sutardji Calzoum Bachri terdapat judul Idul Fitri memiliki makna  dia melaksankan puasa ramadhan, lalu menegakkan sholat malam, telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang. Sajadah tersebut telah digelar. Namun,  tak hanya nuju Ka’bah tapi ikhlas mencapai hati dan darah. Di malam lailatul qadar dia menunggu. Ada malaikat Jibril atau malaikat lainnya. Maka aku girang-girangkan hatiku. Ada orang yang ingin minuman keras, mabuk, dan lain-lain di jalan trotoar yang lurus, kemudian ada cahaya yang memancarkan. Namun, pagi ini . Kukenakan zirah la ilaha illAllah. Dia memakai sepatu sirathal mustaqim. Berjalan lurus menuju lapangan tempat shalat Id. Dia berada dalam masjid yang berada di lapangan, lalu menegakkan shalat dan merayakan kembali disana. Kutegakkan shalat dan kurayakan kelahiran kembali di sana.

Puisi Sutardji Calzoum Bachri terdapat judul Idul Fitri jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yaitu di hari idul fitri banyak kemenangan dan keberkahan. Setelah menunaikan ibadah puasa ramadhan, menunaikan zikir, sholat malam di Lailatul qadar. Ada orang pemabuk di jalan trotoar kemudian mendapat cahaya. Akhirnya dia bisa menunaikan sholat idul fitri bersama-sama.

Kelebihan dan kekurangan dari puisi Sutardji Calzoum Bachri terdapat judul Idul Fitri. Kelebihannya sudah menunjukan akhir puisi yang cukup bagus. Kekuranganya dalam puisi tersebut banyak kata yang menggunakan perumpaan.

 

 

Kamis, 06 Mei 2021

"Kritik / Esai Puisi - Puisi Karya Mashuri"

Hantu Kolam

: plung!

di gigir kolam
serupa serdadu lari dari perang
tampangku membayang rumpang

mataku berenang
bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap
tak ada kecipak yang bangkitkan getar
dada, menapak jejak luka yang sama
di medan lama

segalangnya dingin, serupa musim yang dicerai
matahari
aku terkubur sendiri di bawah timbunan
rembulan
segalanya tertemali sunyi
mungkin…

“plung!”

aku pernah mendengar suara itu
tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu
yang jatuh
kerna kini kolam tak beriak
aku hanya melihat wajah sendiri, berserak

Banyuwangi, 2012-12-03

 Dalam puisi   yang berjudul “Hantu Kolam” terdiri atas 4 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Bait pertama terdiri atas 4 baris, rima g, g, g, g. Mempunyai makna yaitu : plung! di gigir kolam serupa serdadu lari dari perang tampangku membayang rumpang.

Bait kedua terdiri atas 7 baris, rima g, a, g, a. Mempunyai makna yaitu mataku berenang bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap koral di dasar yang separuh hitam dan gelap tak ada kecipak yang bangkitkan getar dada, menapak jejak luka yang sama di medan lama.

Bait ketiga terdiri atas 6 baris, rima i, n, i, n. Mempunyai makna yaitu segalangnya dingin, serupa musim yang dicerai matahari aku terkubur sendiri di bawah timbunan rembulan segalanya tertemali sunyi mungkin…

          Bait ke empat  terdiri atas 6 baris, rima u, a, u, a. Mempunyai makna yaitu “plung!”. Dalam puisi tersebut dia pernah mendengar suara itu tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu yang jatuh kerna kini kolam tak beriak aku hanya melihat wajah sendiri, berserak. 

Hantu Musim

 

aku hanya musim yang dikirim rebah hutan
kenangan – memungut berbuah, dedaunan, juga
unggas – yang pernah mampir di pinggir semi
semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut
pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata
itu tak lebih hanya mengenal kembali peta
lama, yang pernah tergurat berjuta masa

bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular
sawah hasratku, yang tergetar oleh percumbuan
yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang
pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu
mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

di situ, aku panas, sekaligus dingin
sebagaimana unggas yang pernah kita lihat
di telaga, tetapi bayangannya selalu
mengirimkan warna sayu, kelabu
dan kita selalu ingin mengulang-ulangnya
dengan atau tanpa cerita tentang musim
yang terus berganti...

Magelang, 2012

 Dalam puisi   yang berjudul “Hantu Musim” terdiri atas 3 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Bait pertama terdiri atas 7 baris, rima n, a, n,a. Mempunyai makna yaitu aku hanya musim yang dikirim rebah hutan kenangan – memungut berbuah, dedaunan, juga unggas – yang pernah mampir di pinggir semi semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata itu tak lebih hanya mengenal kembali peta lama, yang pernah tergurat berjuta masa.

Bait ke dua  terdiri atas 5 baris, rima r, a, n,a. Mempunyai makna yaitu bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular sawah hasratku, yang tergetar oleh percumbuan yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh. 

Bait ke tiga terdiri atas 7 baris, rima n, a, n,a. Mempunyai makna yaitu dia merasakan panas, sekaligus dingin. Sebagaimana unggas yang pernah kita lihat di telaga, tetapi bayangannya selalu mengirimkan warna sayu, kelabu dan kita selalu ingin mengulang-ulangnya dengan atau tanpa cerita tentang musim yang terus berganti.

Hantu Dermaga

 

mimpi, puisi dan dongeng
yang terwarta dari pintumu
memanjang di buritan
kisah itu tak sekedar mantram
dalihmu tuk sekedar bersandar bukan gerak lingkar
ia serupa pendulum
yang dikulum cenayang
dermaga
ia hanya titik imaji
dari hujan yang berhenti
serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal

tapi ritusmu bukan jadwal hari ini
dalam kematian, mungkin kelahiran
kedua
segalanya mengambang
bak hujan yang kembali
merki pantai
telah berpindah dan waktu pergi
menjaring darah kembali

Sidoarjo, 2012

 Dalam puisi   yang berjudul “Hantu Dermaga” terdiri atas 2 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Bait pertama terdiri atas 12 baris, rima g, a, g, a. Mempunyai makna yaitu mimpi, puisi dan dongeng yang terwarta dari pintumu memanjang di buritan kisah itu tak sekedar mantram dalihmu tuk sekedar bersandar bukan gerak lingkar ia serupa pendulum yang dikulum cenayang dermaga ia hanya titik imaji dari hujan yang berhenti serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal tertambat di terminal awal.

Bait ke dua terdiri atas 8 baris, rima i,i,i,i. Mempunyai makna yaitu tapi ritusmu bukan jadwal hari ini dalam kematian, mungkin kelahiran kedua segalanya mengambang bak hujan yang kembali merki pantai telah berpindah dan waktu pergi menjaring darah kembali. Kita tidak akan pernah tau tentang kematian. Segala sesuatu tentang kematian yang menentukan hanyalah Allah SWT.

Mashuri lahir di Lamongan, Jawa Timur, 27 April 1987. Alumnus Sastra
Indonesia Universitas Airlangga. Buku puisi terbarunya yang akan segera
Terbit adalah Munajat Buaya Darat

KOMPAS, MINGGU, 2 DESEMBER 2012


Puisi Mashuri yang berjudul Hantu Kolam, Hantu Musim, Hantu Dermaga jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yaitu puisi Hantu Kolam mengisahkan dia pernah mendengar suara itu tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu yang jatuh kerna kini kolam tak beriak aku hanya melihat wajah sendiri, berserak. 

Puisi Hantu Musim mempunyai kisah yang mengandung makna yaitu dia merasakan panas, sekaligus dingin. Sebagaimana unggas yang pernah kita lihat di telaga, tetapi bayangannya selalu mengirimkan warna sayu, kelabu dan kita selalu ingin mengulang-ulangnya dengan atau tanpa cerita tentang musim yang terus berganti. 

Dalam puisi Hantu Dermaga terdapat kisah yang mempunyai makna yaitu tapi ritusmu bukan jadwal hari ini dalam kematian, mungkin kelahiran kedua segalanya mengambang bak hujan yang kembali merki pantai telah berpindah dan waktu pergi menjaring darah kembali. Kita tidak akan pernah tau tentang kematian. Segala sesuatu tentang kematian yang menentukan hanyalah Allah SWT.

Kelebihan dan kekurangan dari puisi Mashuri dalam judul Hantu Kolam, Hantu Musim, dan Hantu Dermaga. Kelebihannya sudah menunjukan akhir puisi yang cukup bagus. Kekuranganya dalam puisi tersebut banyak kata yang menggunakan perumpaan.

 https://puisikompas.wordpress.com/tag/mashuri/