Fatikhatul Koiroh
175200034
PBI 2017 A
Kritik dan esai cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki” karya M. Shoim Anwar
1. Tokoh cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”:
1.
Sulastri
2.
Lelaki
4 itu bernama suaminya yang bernama Markam
3.
Musa
4.
Fir’aun
5.
Polisi
2. Watak tokoh cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki:
1.
Sulastri
mempunyai watak keras, jahat
2.
Markam
mempunyai watak jahat
3.
Musa
mempunyai watak baik
4.
Fir’aun
mempunyai watak jahat, keras
5.
Polisi
mempunyai watak baik, tegas, penuh percaya diri
3. Latar cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki :
a.
Latar
waktu : pagi hari, siang hari
b.
Latar
tempat : Laut merah, Lautan Hindia atau
Terusan Suez, atau dari negeri di sebelah barat, mungkin Mesir, Sudan, Eritrea.
c.
Latar
suasana : terlihat sedih, menegangkan.
4. Alur cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”:
Alur
pada cerita ini menggunakan alur mundur, karena ceritanya dari awal hingga
akhir tidak berkelanjutan jadi cerpen tersebut rasa kekecewaan belum nampak
jelas.
5. Gaya bahasa cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”:
Gaya bahasa pada cerita ini
menggunakan majas Personifikasi yang
terletak pada kutipan Ombak besar tak juga datang. Hanya semacam
geligir bergerak di permukaan. Udara terasa panas. Butir-butir pasir digoreng
matahari. Tak ada peneduh yang berarti. Pantai menyengat sepanjang garisnya.
Dermaga yang menjorok ke tengah tampak sepi.
6. Sudut pandang cerpen “
Sulastri dan Empat Lelaki”:
Pada
cerpen ini, penulis mengambil sudut pandang tidak langsung. Karena penulis
menuliskan sebuah kisah atas apa yang dia dengar dari sebuah kejadian.
7.
Amanat cerpen “ Sulastrih
dan Empat Lelaki”:
1. Jika seorang muslim jangan pernah menyembah berhala.
2. Jangan pernah serakah terhadap orang lain.
3. Jangan penah memutuskan kehendak sendiri seperti politik.
Makna cerpen “ Sulastri dan empat
Lelaki” karya M. Shoim Anwar menceritakan tentang seorang Sulastri dan empat lelaki diantaranya, suaminya yang
bernam Markam, Musa, Fir’aun,Polisi.
Sulastri dan suaminya yang kaya kemudian minta tolong kepada Musa. Sulastri dan
suaminya suka menyembah berhala karena ingin mencari keadilan bermain politik.
Fir’aun hanya bisa marah dan akhirnya menjadi pasir. Lalu tongkat yang dipegang
Musa bersamaan dengan ular datang. Kemudian binatang itu menjadi laut merah.
Kritik cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”
Dahulu kala di laut merah ada matahari
yang sangat terik. Ada seorang wanita bernama Sulastrih dan empat lelaki yaitu
suaminya yang bernama Markam, Musa, Fir’aun, dan Polisi. Sulastrih dan Markam
hidupnya sangat kaya penuh berlimpah harta. Sulastrih mengikuti suaminya yang
berpolitik mencari keadilan. Seketika itu Sulastri minta tolong kepada Musa:
“Tolonglah saya, Ya Musa,” pinta Sulastri.
“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?”
jawab Musa dengan suara besar menggema.
“Saya ditelantarkan suami, Ya Musa.”
“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”
“Saya seorang perempuan, Ya Musa.”
“Perempuan atau laki diwajibkan mengubah nasibnya sendiri.”
“Negeri kami miskin, Ya Musa.”
“Kekayaan negerimu melimpah ruah. Kau lihat, di sini kering dan tandus.”
“Kami tidak punya pekerjaan, Ya Musa.”
“Apa bukan kalian yang malas hingga suka jalan pintas?”
“Kami menderita, Ya Musa.”
“Para pemimpin negerimu serakah.”
“Kami tak kebagian, Ya Musa”
“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga,
golongan, serta para cukongnya.”
“Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa.”
“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”
“Tolonglah saya, Ya Musa.”
“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkan
saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”
“Tolonglah saya, Ya Musa….”
Sulastri berbalik arah. Ketika Firaun
menyeringai dan hendak menerkam, perempuan itu memukulkan tongkatnya ke tubuh
Firaun. Seperti sebuah tembikar yang pecah, tubuh Firaun jadi berkeping-keping
di pasir. Tongkat itu terasa licin dan menggeliat lepas dari tangan Sulastri.
Bersamaan dengan itu angin kencang mengangkut ombak ke daratan. Dari dalam laut
Sulastri melihat semacam ular besar menjulur dan menyedot kepingan-kepingan
tubuh Firaun. Dengan cepat binatang itu kembali ke laut dibarengi suara
gemuruh. Makin jauh dan jauh.
Sulastri mendapati dirinya
bersimpuh di pasir pantai. Tongkat yang tadi dipegangnya ternyata tak ada. Ia
bertanya pada diri sendiri, apakah ini hanya sebuah mimpi. Dipandangnya laut
luas tak bertepi. Sulastri masih di sini, di tepi Laut Merah yang sepi, jauh
dari anak-anak dan famili. Burung elang melayang tinggi di atasnya, pekiknya
melengking ke telinga Sulastri.
Cerpen “ Sulastrih dan Empat Lelaki” nampaknya secara lebih lanjut tidak dijelaskan mengenai rasa kekecewaan yang diterima oleh Sulastrih.
Esai cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”
Dahulu kala di laut merah ada matahari
yang sanagat terik. Ada seorang wanita bernama Sulastrih dan empat lelaki yaitu
suaminya yang bernama Markam, Musa, Fir’aun, dan Polisi. Sulastrih dan Markam
hidupnya sangat kaya penuh berlimpah harta. Sulastrih mengikuti suaminya yang
berpolitik mencari keadilan. Seketika itu Sulastri minta tolong kepada Musa:
“Tolonglah saya, Ya Musa,” pinta Sulastri.
“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?”
jawab Musa dengan suara besar menggema.
“Saya ditelantarkan suami, Ya Musa.”
“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”
“Saya seorang perempuan, Ya Musa.”
“Perempuan atau laki diwajibkan mengubah nasibnya sendiri.”
“Negeri kami miskin, Ya Musa.”
“Kekayaan negerimu melimpah ruah. Kau lihat, di sini kering dan tandus.”
“Kami tidak punya pekerjaan, Ya Musa.”
“Apa bukan kalian yang malas hingga suka jalan pintas?”
“Kami menderita, Ya Musa.”
“Para pemimpin negerimu serakah.”
“Kami tak kebagian, Ya Musa”
“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga,
golongan, serta para cukongnya.”
“Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa.”
“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”
“Tolonglah saya, Ya Musa.”
“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkan
saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”
“Tolonglah saya, Ya Musa….”
Fir’aun hanya tertawa
saja kemudian Musa tiba-tiba muncul lagi di hadapannya. Tapi kali ini hadir
sebagai siluet yang samar. Sulastri meraih dan memeluknya sebagai jalan
terakhir untuk menyelamatkan diri dari kejaran Firaun. Saat itu juga Sulastri
merasakan ada benda di genggamannya. Makin nyata dan nyata. Benda itu adalah
tongkat. Sulastri memegang kuat-kuat dengan kedua tangannya.
Sulastri berbalik arah. Ketika Firaun
menyeringai dan hendak menerkam, perempuan itu memukulkan tongkatnya ke tubuh
Firaun. Seperti sebuah tembikar yang pecah, tubuh Firaun jadi berkeping-keping
di pasir. Tongkat itu terasa licin dan menggeliat lepas dari tangan Sulastri.
Bersamaan dengan itu angin kencang mengangkut ombak ke daratan. Dari dalam laut
Sulastri melihat semacam ular besar menjulur dan menyedot kepingan-kepingan
tubuh Firaun. Dengan cepat binatang itu kembali ke laut dibarengi suara
gemuruh. Makin jauh dan jauh.
Sulastri mendapati dirinya bersimpuh di pasir pantai. Tongkat yang
tadi dipegangnya ternyata tak ada. Ia bertanya pada diri sendiri, apakah ini
hanya sebuah mimpi. Dipandangnya laut luas tak bertepi. Sulastri masih di sini,
di tepi Laut Merah yang sepi, jauh dari anak-anak dan famili. Burung elang
melayang tinggi di atasnya, pekiknya melengking ke telinga Sulastri.
Kelebihan
dan kekurangan cerpen yang
berjudul “ Sulastri dan empat Lelaki” :
Kelebihan cerpen
yang berjudul “ Sulastri dan empat Lelaki ini mudah
dipahami dan sangat menarik untuk dibaca, Karena isi cerpen ini menceritakan tentang tentang seorang Sulastri dan empat lelaki diantaranya, suaminya
yang bernam Markam, Musa,
Fir’aun,Polisi. Sulastri dan suaminya yang kaya kemudian minta tolong kepada
Musa. Sulastri dan suaminya suka menyembah berhala karena ingin mencari
keadilan bermain politik. Fir’aun hanya bisa marah dan akhirnya menjadi pasir.
Lalu tongkat yang dipegang Musa bersamaan dengan ular datang. Kemudian binatang
itu menjadi laut merah.
Kekurangan dari cerpen tersebut kata-katanya banyak menggunakan perumpamaan dan menceritakan bagian akhir cerita tersebut tidak digambarkan secara lebih lanjut mengenai rasa kekecewaan yang diterima oleh Sulastri.
Dari cerpen yang berjudul “ Sulastri dan empat Lelaki” karya M. Shoim Anwar jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang
yaitu jika seorang muslim
jangan pernah menyembah berhala, jangan pernah serakah terhadap orang
lain, jangan penah memutuskan kehendak
sendiri seperti politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar