Kamis, 22 April 2021

Kritik dan Esai cepren "Sulastri dan Empat Lelaki"

Fatikhatul Koiroh

175200034

PBI 2017 A

Kritik dan esai cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki” karya M. Shoim Anwar

1. Tokoh cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”:

1.     Sulastri

2.     Lelaki 4 itu bernama suaminya yang bernama Markam  

3.     Musa

4.     Fir’aun

5.     Polisi

2. Watak tokoh cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki:

1.     Sulastri mempunyai watak keras, jahat

2.     Markam mempunyai watak jahat

3.     Musa mempunyai watak baik

4.     Fir’aun mempunyai watak jahat, keras

5.     Polisi mempunyai watak baik, tegas, penuh percaya diri

3. Latar cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki :

a.      Latar waktu : pagi hari, siang hari

b.     Latar tempat : Laut merah,  Lautan Hindia atau Terusan Suez, atau dari negeri di sebelah barat, mungkin Mesir, Sudan, Eritrea.

c.      Latar suasana : terlihat sedih, menegangkan.

4. Alur cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”:

Alur pada cerita ini menggunakan alur mundur, karena ceritanya dari awal hingga akhir tidak berkelanjutan jadi cerpen tersebut rasa kekecewaan belum nampak jelas.

5. Gaya bahasa cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”:

     Gaya bahasa pada cerita ini menggunakan majas Personifikasi  yang terletak pada kutipan Ombak besar tak juga datang. Hanya semacam geligir bergerak di permukaan. Udara terasa panas. Butir-butir pasir digoreng matahari. Tak ada peneduh yang berarti. Pantai menyengat sepanjang garisnya. Dermaga yang menjorok ke tengah tampak sepi.

6. Sudut pandang cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”:

Pada cerpen ini, penulis mengambil sudut pandang tidak langsung. Karena penulis menuliskan sebuah kisah atas apa yang dia dengar dari sebuah kejadian.

7. Amanat cerpen “ Sulastrih dan Empat Lelaki”:

1. Jika seorang muslim jangan pernah menyembah berhala.

2. Jangan pernah serakah terhadap orang lain.

3. Jangan penah memutuskan kehendak sendiri seperti politik.

 

Makna cerpen “ Sulastri dan empat Lelaki” karya M. Shoim Anwar menceritakan tentang seorang Sulastri dan empat lelaki diantaranya, suaminya yang bernam Markam,  Musa, Fir’aun,Polisi. Sulastri dan suaminya yang kaya kemudian minta tolong kepada Musa. Sulastri dan suaminya suka menyembah berhala karena ingin mencari keadilan bermain politik. Fir’aun hanya bisa marah dan akhirnya menjadi pasir. Lalu tongkat yang dipegang Musa bersamaan dengan ular datang. Kemudian binatang itu menjadi laut merah.

 

Kritik cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”

Dahulu kala di laut merah ada matahari yang sangat terik. Ada seorang wanita bernama Sulastrih dan empat lelaki yaitu suaminya yang bernama Markam, Musa, Fir’aun, dan Polisi. Sulastrih dan Markam hidupnya sangat kaya penuh berlimpah harta. Sulastrih mengikuti suaminya yang berpolitik mencari keadilan. Seketika itu Sulastri minta tolong kepada Musa:

“Tolonglah saya, Ya Musa,” pinta Sulastri.

“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?” jawab Musa dengan suara besar menggema.

“Saya ditelantarkan suami, Ya Musa.”

“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”

“Saya seorang perempuan, Ya Musa.”

“Perempuan atau laki diwajibkan mengubah nasibnya sendiri.”

“Negeri kami miskin, Ya Musa.”

“Kekayaan negerimu melimpah ruah. Kau lihat, di sini kering dan tandus.”

“Kami tidak punya pekerjaan, Ya Musa.”

“Apa bukan kalian yang malas hingga suka jalan pintas?”

“Kami menderita, Ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, Ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, Ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkan saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

“Tolonglah saya, Ya Musa….”

Sulastri berbalik arah. Ketika Firaun menyeringai dan hendak menerkam, perempuan itu memukulkan tongkatnya ke tubuh Firaun. Seperti sebuah tembikar yang pecah, tubuh Firaun jadi berkeping-keping di pasir. Tongkat itu terasa licin dan menggeliat lepas dari tangan Sulastri. Bersamaan dengan itu angin kencang mengangkut ombak ke daratan. Dari dalam laut Sulastri melihat semacam ular besar menjulur dan menyedot kepingan-kepingan tubuh Firaun. Dengan cepat binatang itu kembali ke laut dibarengi suara gemuruh. Makin jauh dan jauh.

Sulastri  mendapati dirinya bersimpuh di pasir pantai. Tongkat yang tadi dipegangnya ternyata tak ada. Ia bertanya pada diri sendiri, apakah ini hanya sebuah mimpi. Dipandangnya laut luas tak bertepi. Sulastri masih di sini, di tepi Laut Merah yang sepi, jauh dari anak-anak dan famili. Burung elang melayang tinggi di atasnya, pekiknya melengking ke telinga Sulastri.

Cerpen “ Sulastrih dan Empat Lelaki” nampaknya secara lebih lanjut tidak dijelaskan mengenai rasa kekecewaan yang diterima oleh Sulastrih.

 

Esai cerpen “ Sulastri dan Empat Lelaki”

Dahulu kala di laut merah ada matahari yang sanagat terik. Ada seorang wanita bernama Sulastrih dan empat lelaki yaitu suaminya yang bernama Markam, Musa, Fir’aun, dan Polisi. Sulastrih dan Markam hidupnya sangat kaya penuh berlimpah harta. Sulastrih mengikuti suaminya yang berpolitik mencari keadilan. Seketika itu Sulastri minta tolong kepada Musa:

“Tolonglah saya, Ya Musa,” pinta Sulastri.

“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?” jawab Musa dengan suara besar menggema.

“Saya ditelantarkan suami, Ya Musa.”

“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”

“Saya seorang perempuan, Ya Musa.”

“Perempuan atau laki diwajibkan mengubah nasibnya sendiri.”

“Negeri kami miskin, Ya Musa.”

“Kekayaan negerimu melimpah ruah. Kau lihat, di sini kering dan tandus.”

“Kami tidak punya pekerjaan, Ya Musa.”

“Apa bukan kalian yang malas hingga suka jalan pintas?”

“Kami menderita, Ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, Ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, Ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkan saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

“Tolonglah saya, Ya Musa….”

            Fir’aun hanya tertawa saja kemudian Musa tiba-tiba muncul lagi di hadapannya. Tapi kali ini hadir sebagai siluet yang samar. Sulastri meraih dan memeluknya sebagai jalan terakhir untuk menyelamatkan diri dari kejaran Firaun. Saat itu juga Sulastri merasakan ada benda di genggamannya. Makin nyata dan nyata. Benda itu adalah tongkat. Sulastri memegang kuat-kuat dengan kedua tangannya.

Sulastri berbalik arah. Ketika Firaun menyeringai dan hendak menerkam, perempuan itu memukulkan tongkatnya ke tubuh Firaun. Seperti sebuah tembikar yang pecah, tubuh Firaun jadi berkeping-keping di pasir. Tongkat itu terasa licin dan menggeliat lepas dari tangan Sulastri. Bersamaan dengan itu angin kencang mengangkut ombak ke daratan. Dari dalam laut Sulastri melihat semacam ular besar menjulur dan menyedot kepingan-kepingan tubuh Firaun. Dengan cepat binatang itu kembali ke laut dibarengi suara gemuruh. Makin jauh dan jauh.

Sulastri  mendapati dirinya bersimpuh di pasir pantai. Tongkat yang tadi dipegangnya ternyata tak ada. Ia bertanya pada diri sendiri, apakah ini hanya sebuah mimpi. Dipandangnya laut luas tak bertepi. Sulastri masih di sini, di tepi Laut Merah yang sepi, jauh dari anak-anak dan famili. Burung elang melayang tinggi di atasnya, pekiknya melengking ke telinga Sulastri.

Kelebihan dan kekurangan cerpen yang berjudul “ Sulastri dan empat Lelaki” :

Kelebihan  cerpen yang berjudul “ Sulastri dan empat Lelaki ini mudah dipahami dan sangat menarik untuk dibaca, Karena isi  cerpen ini menceritakan tentang tentang seorang Sulastri dan empat lelaki diantaranya, suaminya yang bernam Markam,  Musa, Fir’aun,Polisi. Sulastri dan suaminya yang kaya kemudian minta tolong kepada Musa. Sulastri dan suaminya suka menyembah berhala karena ingin mencari keadilan bermain politik. Fir’aun hanya bisa marah dan akhirnya menjadi pasir. Lalu tongkat yang dipegang Musa bersamaan dengan ular datang. Kemudian binatang itu menjadi laut merah.

 Kekurangan dari cerpen tersebut kata-katanya banyak menggunakan perumpamaan dan menceritakan bagian  akhir cerita tersebut tidak digambarkan secara lebih lanjut mengenai rasa kekecewaan  yang diterima oleh Sulastri.

Dari cerpen yang berjudul “ Sulastri dan empat Lelaki”  karya M. Shoim Anwar jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang yaitu jika seorang muslim jangan pernah menyembah berhala, jangan pernah serakah terhadap orang lain,  jangan penah memutuskan kehendak sendiri seperti politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar