Kamis, 18 Maret 2021

Menelaah Puisi "Ulama Durna Ngesot ke Istana"

 

Ulama Durna Ngesot ke Istana

           Puisi :  M. Shoim Anwar

 

 Lihatlah

sebuah panggung di negeri sandiwara

ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana

menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah

maka kekuasaan menjadi sangat pongah

memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya

agar segala tingkah polah dianggap absah

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

menunggang banteng bermata merah

mengacungkan arit sebagai senjata

memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa

adakah ia hendak menyulut api baratayuda

para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah

tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula

porak poranda dijajah tipu daya

oh tahta dunia yang fana

para begundal mengaku dewa-dewa

sambil menuding ke arah kawula

seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra

ia diumpankan raja ke medan laga

terhenyaklah saat terkabar berita

anak hasil perzinahannya dengan satwa

telah gugur mendahului di depan sana

Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya

ia menunduk di atas tanah

riwayatnya pun berakhir sudah

kepalanya terpenggal karena terpedaya

menebus karmanya saat baratayuda

                                                   Desember 2020

 

Dalam puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana  terdiri atas 7 bait. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Bait pertama terdiri atas 7 baris, rima h,a,h,a, mempunyai makna yaitu kekuasaan dan tingkah laku  yang selalu semena-mena terhadap orang lain.

Bait kedua terdiri atas 8 baris, rima yang berpola h,a,h,a. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata.  Dalam puisi tersebut mempunyai makna yaitu menyerahkan marwah yang dulu pernah dijaga. Sengkuni dan para pengiktutnya di luar sana bertingkah laku dengan gagah perkasa yang sellau berlindung pada penguasa. Menunggang banteng yang marah membawah sebuah senjata arit dan pukulan palu yang keras membuat orang-orang masuk ke dalam penjara.

Bait ketiga terdiri atas 10 baris, rima h,a,h,a. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Dalam puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana” mempunyai makna yaitu menceritahkan seorang Durna yang telah berdagang mantra sampai mengeluarkan busa. Lantas kebingungan karena menanyakan  tentang siapa yang hendak menyulut api Baratayuda. Pengikitnya juga mabuk di dalam lembah. Para pemula juga sudah menciptakan tatanan tersebut. Banyak penjajahan tipu daya oleh porak poranda. Melihat harta maupun tahta yang ada di dunia telah fanah dan musnah. Banyak orang yang mengaku sebagai dewa lalu menunjuk ke arah kawula. Tidak mengerti lagi jika semua isi dunia sudah hendak dihilangkan secara mentah maupun musnah.

Bait keempat terdiri atas 7 baris, rima yang berpola h,a,h,a. Tiap bait terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. Dalam puisi tersebut mempunyai makna yaitu menceritakahan seorang Durna yang mengesot ke Istana akhirnya merebutkan harta, tahta de padang kurusetra. Durna diumpakan raja ke medan laga. Kaget melihat kabar berita bahwa anak hasil zinah dengan satwa telah gugur mendahului di depan sana. Ulama Durna sangat kehilangan belulangnya. Ulama Durna menunduk di atas tanah. Riwayat tersebut telah berakhir dengan kisah kepalanya yang terputus karena terpedaya sehingga sudah menebus karmanya saat Baratayuda.

            Aktualisasi dari pusi tersebut adalah jangan pernah menjadi orang yang sombong selalu ingin menang sendiri dalam kekuasaan tersebut. Harta tidak akan dibawa pada kematian tetapiyang ditanyakan adalah ibadah dan bermal pada Alla SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar